5 Penyebab Ecommerce Tumbang Dan PHK Karyawan

Berita263 Dilihat

2022 tampaknya menjadi tahun suram bagi beberapa Ecommerce, kami merangkum 5 penyebab Ecommerce tumbang dan PHK karyawan.

Hampir setiap bulan kita mendengar ada Ecommerce atau start-up yang melakukan PHK karyawan.

Baru saja dikabarkan bahwa JD.ID melakukan PHK terhadap 30 persen atau 200 karyawan agar perusahaan dapat terus bergerak menyesuaikan dengan perubahan.

Kemudian ada juga Sayurbox yang memberhentikan 5 persen dari total karyawan mereka.

Tentu Anda juga masih ingat dengan PT Gojek Tokopedia Tbk yang melakukan PHK terhadap 13.000 karyawan, ini sekitar 12 persen dari total karyawan.

Hampir semua Ecommcerce atau start-up punya alasan yang sama, bahwa PHK  dilakukan agar perusahaan bisa lebih agile atau leluasa dan bisa menjaga tingkat pertumbuhan.

Sehingga terus memberikan dampak positif bagi jutaan konsumen, mitra pengemudi, dan pedagang.

Ini Penyebab Ecommerce Tumbang dan Melakukan PHK?

Sebagaimana perusahaan pada umumnya, beban gaji karyawan merupakan pengeluaran yang cukup tinggi dan merupakan fix cost, biaya tetap setiap bulan yang harus dikeluarkan.

Seperti yang dilaporkan oleh GoTo bahwa mereka mempunyai beban gaji dan imbalan karyawan mencapai mencapai Rp11,28 triliun pada kuartal III/2022.

Jumlah ini naik 100 persen dari tahun sebelumnya sebesar Rp5,3 triliun.

GoTo yang masih rajin memberikan diskon berkendara atau biaya pengiriman juga masih harus menanggung beban penjualan dan pemasaran yang mencapai Rp11,2 triliun.

Padahal pada tahun 2021, beban penjualan dan pemasaran hanyaa Rp4,7 triliun.

Sedikit berbeda dengan GoTo, PT Bukalapak.com Tbk mempunyai beban terbesar pada beban kompensasi berbasis saham sebesar Rp753,9 miliar pada kuartal III/2022.

Pada urutan kedua, adalah beban PT Bukalapak.com untuk gaji, upah dan kesejahteraan karyawan sebesar Rp703,1 miliar.

Fenomena ini sebenarnya sama dengan yang dialami oleh perusahaan teknologi dunia. Misalnya Amazon yang baru-baru ini melakukan PHK terhadap 10 ribu karyawan.

Melonjaknya permintaan belanja secara online selama pandemi membuat Amazon harus merekrut jumlah pekerja dengan jumlah besar.

Namun saat aktivitas mulai normal pasca ditemukannya vaksin, masyarakat mulai kembali ke aktivitas normal dan berbelanja secara langsung.

Sehingga pendapatan Amazon mendadak menurun drastis dan mau tidak mau harus melakukan PHK untuk mengembalikan stabilitas keuangan.

Kami merangkum 5 penyebab Ecommerce tumbang hingga PHK karyawan.

1. Pertumbuhan Mendadak Saat Pandemi

Tingginya aktivitas belanja online selama pandemi membuat start-up melakukan perekrutan besar-besaran.

Dampaknya adalah ketika pandemi melandai dan belanja online juga turun drastis secara mendadak, maka banyak tenaga kerja yang menjadi tidak produktif alias tidak terpakai secara maksimal.

Selama pandemic, Ecommerce memang mencatatkan tren pertumbuhan yang positif. Namun saat tekanan pandemi mulai mereda, bisnis Ecommerce juga kembali normal.

Ini berpengaruh terhadap kebutuhan tenaga kerja ketika aktivitas kembali pada level normal.

Sebenarnya ini adalah hal yang biasa dalam sebuah siklus bisnis, Ecommerce dan Start-up sedang menyesuaikan jumlah tenaga kerja dengan ukuran bisnisnya.

Satu hal lagi, bakar uang atau penggelontoran budget untuk meraih pangsa pasar memang kerap hampir dilakukan semua startup.

Hal ini tentu sangat membebani biaya promosi dan penjualan, jika tidak dikontrol maka Ecommerce akan mengalami kebocoran anggaran yang serius.

Meski aksi bakar uang kemudian berdampak pada pertumbuhan ekonomi digital setiap tahun dan menambah kontribusi dalam PDB nasional.

Sehingga penting untuk para Ecommerce untuk mengurangi aksi bakar uang dan berkompetisi secara normal.

Agresivitas bakar uang akan membuat persaingan menjadi tidak sehat karena pemegang utama pasar mengandalkan promosi secara agresif.

Salah satu dampak buruk dari aksi bakar uang adalah tumbangnya start-up yang tidak mempunyai dukungan modal besar.

Ditambah lagi, ekonomi digital disebut tumbuh sangat setiap tahunya di mana porsinya dalam PDB nasional terus berlipat setiap tahun.

2. Gagal Membaca Tren Konsumsi

Kegagalan Ecommerce membaca tren konsumsi masyarakat juga menjadi faktor tumbangnya Ecommerce.

Mereka berharap belanja online akan menjadi kebiasaan bahkan hingga pasca pandemi, namun kebutuhan bersosialisasi di luar rumah ternyata tidak bisa dihindarkan.

Sehingga belanja online semakin berkurang dan terjadi efisiensi karyawan secara besar-besaran.

Skema business to business (B2B) yang dimiliki Ecommerce sebenarnya jauh lebih mampu bertahan dari penurunan yang dramatis.

Karena mitra pedagang kelontong merupakan user yang cukup loyal dan mereka pasti selalu membutuhkan stok barang. Apalagi kalau bisa dibayar tempo, pasti lebih loyal. Hehe.

3. Tidak Punya Visi Misi Yang Jelas

Satu hal lagi yang membuat Ecommerce dan start-up tumbang hingga PHK karyawan adalah tidak memiliki value proposition atau nilai yang dijanjikan perusahaan.

Nilai yang kemudian menjadi visi dan misi perusahaan adalah faktor pembeda dari pemain yang sudah eksis maupun pemain baru.

Parahnya, banyak pemain e-commerce yang hanya ikut-ikutan tanpa punya visi dan misi yang jelas.

Karena meniru model bisnis memang mudah, namun membedakan diri mereka dengan bisnis lain yang sudah ada merupakan hal yang tidak mudah.

4. Rating Negatif Customer

Faktor keempat yang menyebabkan banyak e-commerce tumbang adalah karena banyak customer yang memberikan rating negatif.

Tentunya hal ini akan membuat kepercayaan pasar menurun, penurunan jumlah customer, dan tentu penurunan jumlah pembelian.

Ada beberapa hal mengapa customer memberikan rating negatif, misalnya pengiriman yang lambat, pelayanan yang tidak ramah, customer service yang tidak responsif dsb.

5. Kolaborasi Kurang Kuat

Kolaborasi yang kurang kuat dengan mitra kunci memunculkan beberapa masalah pada Ecommerce.

Seperti distribusi barang yang kurang baik menyebabkan pengiriman barang pesanan customer menjadi lama dan tidak sesuai dengan janji.

Ecommerce dan Start-up mungkin kurang memantau mitra mereka, sehingga SOP kemitraan tidak dilaksanakan dengan optimal.

Faktor Lain

Ecommerce dan Start-up harus lebih jeli dalam menentukan produk mereka, karena beberapa produk yang membutuhkan experience customer lebih rentan untuk mengalami penurunan.

Misalnya Fashion dan Gadget, customer akan lebih suka mencoba produk dahulu sebelum membeli.

Baca juga: Waktunya Window Dressing BEI Di Akhir Tahun 2022

Ini berbeda dengan produk kebutuhan sehari-hari yang pembeliannya sering serta berulang, maka customer sudah mempunyai pengalaman dalam menggunakan produk ini sebelumnya.

Sehingga akan lebih mudah untuk melakukan penjualan berulang kepada customer yang sama.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *