Mengenal Solana, Mata Uang Kripto Calon ‘Pembunuh’ Ethereum

Crypto542 Dilihat

Mata uang kripto alias cryptocurrency bisa dibilang memang begitu digandrungi dalam 1-2 tahun ke belakang. Di kala banyak aset investasi yang tumbang karena pandemi, mata uang kripto justru makin tumbuh subur meskipun memang harganya begitu fluktuatif. Salah satunya yang kini tengah banyak dibicarakan adalah Solana (SOL). Belum tahu? Ada baiknya Anda mengenal Solana.

Dalam mengenal Solana, tentu yang akan banyak dibahas adalah mengenai pergerakan harganya. Pelaku industri cryptocurrency pada awalnya mengira SOL akan bernasib sama dengan banyak mata uang kripto ‘antah berantah’ lainnya. Namun dalam perkembangannya, Solana justru mampu melakukan berbagai terobosan dalam dunia cryptocurrency itu sendiri.

Baca juga: Uang Kripto Asal Indonesia yang Bisa Dipilih Sebagai Aset Investasi

Tak main-main, kini ramai didengungkan bahwa Solana bakal bisa menjadi The Ethereum Killer alias Sang Pembunuh Ethereum (ETH).

Bagaimana mungkin Solana bisa ‘mematikan’ mata uang kripto yang diyakini banyak orang sebagai terbaik untuk saat ini?

Apakah prediksi tersebut bakal benar-benar terjadi atau cuma sekadar spekulasi lain dalam industri mata uang kripto?

Supaya makin paham, yuk kita mengenal Solana bersama-sama.

Apa itu Solana?

Solana adalah mata uang kripto yang dibuat dengan teknologi skala web pada jaringan blockchain dan menyediakan aplikasi kontrak pintar terdesentralisasi. Disebut teknologi skala web, karena memang lingkungan komputasi Solana memungkinkan aplikasi diubah jadi layanan web. Sehingga sistem Solana diklaim mampu mengatasi pertumbuhan secara lebih cepat dan efisien sekalipun dalam kondisi genting.

Sekadar informasi, raksasa-raksasa teknologi sekelas Google, Amazon, hingga Facebook disebut-sebut punya arsitektur TI skala web. Sehingga jika Solana dibangun demikian, maka anggapan jika SOL bakal mengubah industri cryptocurrency memang bukan sekadar isapan jempol belaka. Hingga sejauh ini, sistem Solana sudah mendukung 70 ribu TPS (transaksi per detik) dan 400ms Block Times alias waktu blok.

Merupakan proyek open source yang sangat fungsional lantaran mengandalkan teknologi blockchain tanpa izin, menjadikan SOL sebagai solusi keuangan terdesentralisasi (DeFi). Berambisi membuat pembiayaan terdesentralisasi yang mampu diakses dalam skala yang jauh lebih besar. Tentu saja kondisi ini membuatnya tak hanya mengungguli ETH, tapi juga sang primadona Bitcoin (BTC).

Siapa sih Pencipta Solana?

sejarah pencipta Solana
© Getty Images/Jakub Porzycki/Nur Photo

Tidak lengkap mengenal Solana tanpa membahas sang pembuatnya. Dan seperti halnya di balik produk-produk luar biasa terdapat sosok jenius di belakangnya, begitu pula yang terjadi pada Solana.

Adalah Anatoly Yakovenko yang mulai mendirikan platform SOL di tahun 2017. Sekadar informasi, Yakovenko merupakan mantan pekerja Qualcomm, produsen chipset asal Amerika Serikat.

Baca juga: Review ADA (Cardano), Mata Uang Kripto Pesaing Bitcoin dan Ethereum

Sebagai seorang teknisi software, Yakovenko rupanya tak hanya pernah bergabung di Qualcomm saja. Dia bahkan juga memiliki kemampuan di bidang algoritma kompresi berkat pengalamannya bekerja di Dropbox, perusahaan yang bergerak di layanan file hosting.

Mengajak serta beberapa rekannya sesama mantan pekerja Qualcomm, Yakovenko butuh waktu tiga tahun sebelum akhirnya merilis SOL.

Pandemi Covid-19 sepertinya bukanlah penghalang bagi Yakovenko dan rekan-rekannya saat merilis protokol dan token SOL ke publik pada tahun 2020 kemarin.

Setahun perjalanannya di industri cryptocurrency, Solana mencoba mengemban misi sebagai solusi atas berbagai masalah throughput tradisional yang selama ini kerap ditemukan pada jaringan blockchain Ethereum dan Bitcoin.

Nama Solana sendiri dipilih Yakovenko sesuai dengan nama pantai Solana di negara bagian California, Amerika Serikat sana. Kerja keras Yakovenko berhasil membuat Solana sebagai salah satu blockchain tercepat di dunia.

Karena dengan waktu blok 400 ms (kurang dari setengah detik), maka artinya setiap 400 ms ada satu blok baru yang bertambah ke jaringan blockchain Solana yang semua terjadi tanpa proses sharding.

Anda yang mungkin cukup menggeluti aktivitas mining (menambang) cryptocurrency, mungkin tidak asing dengan istilah sharding. Sekadar informasi, sharding adalah metode pemisahan dan penyimpanan satu set data logis ke dalam beberapa database yang ada di jaringan blockchain.

Biasanya sharding dilakukan saat kumpulan data yang hendak disimpan dalam sebuah database terlalu besar, sehingga terpaksa didistribusikan ke beberapa mesin.

Melihat bagaimana Bitcoin memiliki kecepatan 7 TPS atau Ethereum dengan 15 TPS, sedangkan Solana mencapai 70 ribu TPS, tentu mengenal Solana akan semakin membuat Anda takjub pada uang kripto yang satu ini.

Menurut Yakovenko, blockchain Solana mampu menskalakan secara proporsional dengan bandwith jaringan sehingga transaksi lancar.

Disebutkan, sistem SOL mampu mendukung batas atas 710 ribu TPS pada jaringan gigabit standar dan 28,4 juta TPS pada jaringan 40 gigabit.

Semua ini sesuai dengan keunggulan yang ditawarkan SOL yakni memenuhi seluruh properti teknologi blockchain yakni skalabilitas, keamanan dan desentralisasi. Tiga hal yang disebut sebaai trilema oleh programmer Kanada-Rusia, Vitalik Buterin, sang pendiri Ethereum.

Dianggap sebagai cryptocurrency pertama yang mengembangkan jam terdesentralisasi lewat adanya cap waktu di setiap proses verifikasi transaksi, Solana memang sukses jadi solusi masalah skalabilitas.

Hal inilah yang membuat publik sudah antusias bahkan sejak whitepaper jaringan Solana dirilis tahun 2017 lalu. Dalam lima kali putaran ICO (Ininital Coin Offering), Solana Labs mampu meraih $20 juta untuk meluncurkan token SOL.

Seperti Apa Cara Kerja Solana?

cara kerja Solana
via CNBC

Jika Anda sudah mengenal Solana lewat siapakah pendiri, beberapa informasi keunggulan dan penjelasan mata uang kripto tersebut, hal berikutnya yang harus diketahui adalah cara kerjanya.

Sesuai dengan fokus Solana Foundation yakni membuat industri keuangan terdesentralisasi yang bisa diakses dalam skala lebih besar, SOL memakai mekanisme konsensus PoS (Proof of Stake).

Lewat mekanisme ini, membuat tingkat penambangan sangat tergantung pada jumlah koin yang dipertaruhkan dan dipegang simpul. Dalam tahapan staking ini, beberapa koin bakal dikunci dalam beberapa waktu yang bakal digunakan jaringan.

Jika proses PoS selesai, Anda bakal memperoleh token SOL tambahan dalam bentuk bunga, karena memang semuanya tergantung dengan berapa banyak koin yang sudah dipertaruhkan sebelumnya.

Terdengar mirip dengan Ethereum?

Tentu saja. Sebuah alasan lain yang seolah memperkuat posisi Solana sebagai Sang Pembunuh Ethereum.

Baca juga: Review Ethereum dan Prediksi Harga Lima Tahun ke Depan

Karena memang baik pengguna SOL atau ETH, sama-sama bisa meluncurkan proyek sendiri yang berupa dApps (aplikasi terdesentralisasi) atau DeFi. Hanya saja lagi-lagi, Solana lebih unggul karena mampu atasi trilema yang selama ini menghantui mata uang kripto.

Seperti yang pernah diungkapkan oleh Buterin, jaringan blockchain hanya bisa memilih satu dari tiga hal dalam teknologi mereka yakni keamanan, skalabilitas dan desentralisasi.

Seperti Bitcoin yang lebih mengutamakan keamanan dan desentralisasi, sehingga skalabilitas teknologi mereka yang terlemah. Atau mungkin XRP dari protokol Ripple yang fokus pada keamanan dan skalabilitas dan merelakan desentralisasi.

Namun setelah Anda cukup mengenal Solana, tentu sepakat jika mata uang kripto yang satu ini memang unggul dalam hal keamanan, bisa diskalakan dan tentunya, terdesentralisasi.

Keunggulan Solana dalam Delapan Protokol Inovatif

Dalam setiap pembahasan cryptocurrency, Anda tentu sepakat bahwa masing-masing mata uang kripto punya keunikan yang berbeda.

Lantaran kali ini Anda belajar untuk mengenal Solana lebih jauh, tentu sudah tahu jika keunikan SOL pada kemampuannya mengatasi trilema teknologi blockchain. Hal inilah yang akhirnya membuat proyek besutan Solana Labs ini menghasilkan delapan protokol inovatif:

1. PoF (Proof of History)

protokol PoH
via timeturk

Inilah protokol yang wajib Anda ketahui saat mengenal Solana karena merupakan keunikan yang membuat mata uang kripto ini berbeda dari Bitcoin atau Ethereum sekalipun. Jika BTC atau ETH memakai PoW (Proof of Work), SOL menggunakan inovasi PoH.

Apa maksudnya?

Solana memakai fungsi penundaan yang nantinya bisa diverifikasi lewat cap waktu alias timestamp, sehubungan dengan algoritma penambangan Bitcoin SHA256. Seluruh transaksi dalam jaringan SOL akan memperoleh timestamp, sehingga node validator bisa mengatur catatan transaksi untuk konfirmasi tanpa node lainnya.

Lantaran adanya integrasi data historis dari transaksi blockchain, membuat seluruh transaksi sudah benar-benar terjadi sebelum masuk database distribusi.

Kondisi inilah yang membuat PoH jauh lebih aman, terpercaya dan akurat dalam proses validasi, bahkan jika dibandingkan PoW sekalipun. Sangat jauh berbeda dengan penambang BTC yang harus terus-menerus mencari timestamp yang valid dalam menambang satu blok, sehingga bisa muncul masalah.

Tak heran kalau sebuah node validator dalam jaringan blockchain SOL ini mampu memverifikasi banyak transaksi dalam 1,6 detik saja. Semua bisa terjadi lantaran PoH memakai rantai hash terorganisir.

2. Tower BFT

Tower alias menara BFT bisa dibilang sebagai versi pembaruan dari pBFT (Toleransi Patahan Bizantium Praktis). Bisa dibilang juga bahwa Tower BFT adalah sebuah iterasi atau proses pengulangan dalam menyelesaikan masalah matematik, dari algoritma konsensus pBFT yang kemudian dimaksimalkan oleh PoH.

Di mana PoH dipakai untuk meraih konsensus di seluruh jaringan tanpa adanya penundaan transaksi, sehingga jaringan lebih menghemat waktu.

3. Turbine

Melalui Turbine, pengiriman data ke node blockchain bisa terjadi lebih mudah karena protokol ini membagi data ke paket-paket yang lebih kecil. Fitur ini akhirnya membbuat Solana bisa mengatasi masalah bandwith sekaligus meningkatkan kapasitas secara keseluruhan. Hasilnya, seluruh transaksi diproses jauh lebih cepat.

Kalau Anda sudah cukup mengenal Solana, sepakat jika Turbine ini adalah membuat SOL sebagai salah satu cryptocurrency terbaik, terutama dalam hal waktu yang lebih efisien.

4. Gulf Stream

protokol Gulf Stream
via blockbuild.africa

Bagi para miner (penambang), tentu tahu bahwa mempool merupakan tempat di mana seluruh transaksi ditambahkan dan diverifikasi oleh node. Hanya saja dalam Solana, tahapan mempool dilakukan sedikit berbeda lewat protokol Gulf Stream.

Di mana dalam sistem ini, node-node yang non leader bisa melakukan verifikasi transaksi di mempool, sehingga tak ada yang namanya kemacetan jalur di jaringan blockchain.

Sekadar informasi, pengguna memang bisa melihat berapa banyak transaksi yang terjadi di dalam mempool, termasuk berapa biaya mining.

Namun kemampuan Solana yang mencapai throughput jaringan 70ribu TPS, membuat proses konfirmasi blok jadi lebih sederhana lewat fasiliats yang ditawarkan Gulf Stream. Hasilnya, transaksi bahkan bisa ditangkap dan diproses bahkan sebelum rangkaian blok konfirmasi berikutnya usai.

5. Sea Level

Berbeda dengan apa yang dimiliki mata uang kripto lainnya, fungsionalitas kontrak pintar (smart contract) dalam jaringan SOL sedikit berbeda.

Jika dalam cryptocurrency pada umumnya keberadan smart contract bisa mengganggu satu sama lain sehingga tak bisa berjalan paralel, protokol Sealevel hadir sebagai solusi. Sealevel memungkinkan smart contract berjalan berdampingan, bahkan diproses bareng jika memang berstatus sama.

Baca juga: 10 Broker Crypto Terbaik Indonesia dan Luar Negeri

6. Pipeline

Blok-blok yang berisi informasi transaksi dalam jaringan blockchain Solana disebut sebagai Pipeline. Di mana informasi di dalam Pipeline dapat divalidasi lebih cepat dan kemudian direplikasi ke seluruh node dalam jaringan SOL.

Supata protokol ini bisa berjalan, Solana menetapkan aliran data yang masuk ke hardware berbeda. Di mana masing-masing perangkat keras itu sudah memiliki tanggung jawab tak sama pula.

7. Cloudbreak

Merupakan salah satu protokol unik yang jadi keunggulan Solana, fitur Cloudbreak memungkinkan sistem SOL bisa mengakses sekaligus menerjemahkan data secara bersamaan.

Cloudbreak sendiri adalah database akun skala horizontal yang membuat SOL bisa mencapai skalabilitas tanpa sharding, seperti yang sudah kami jelaskan sebelumnya.

8. Archivers

Sama seperti Pipeline yang merupakan struktur perangkat keras, Archivers bersama dengan Pipeline saling membantu node leader untuk memperoleh informasi berbasis jaringan, jauh lebih cepat.

Hal ini akhirnya mendorong node menggandakan informasi dari blockchain berdasarkan ruang yang tersedia. Protokol ini mengunduh data dari setiap validator dan kemudian membuat data itu bisa diakses jaringan.

Mengenal Solana Lebih Jauh: Token, Pergerakan Harga dan Cara Beli

pergerakan harga Solana
© AdobeStock/Bangkok Click Studio

Keberadaan protokol PoH yang dikembangkan Yakovenko, memang tak bisa dipungkiri membuat Solana jadi begitu outstanding. Berkat PoH, SOL memiliki skalabilitas protokol lebih besar yang membuat manfaat mata uang kripto ini lebih meningkat.

Kini pelaku industri cryptocurrency mengingat Solana berkat proses blockchain yang sangat cepat lantaran protokol yang dibenamkan membuatnya mengurangi waktu validasi signifikan.

Baik untuk keperluan transaksi atau eksekusi kontrak pintar, Solana bisa memprosesnya sekejap mata yang akhirnya membuat institusi-institusi bisnis kini mulai meliriknya sebagai cryptocurrency masa depan.

Lantas, apakah Solana hanya bisa dipakai oleh perusahaan mengingat skalabilitas yang ditawarkan?

Tentu saja tidak!

SOL sudah berkomitmen bisa menjadi mata uang kripto semua pihak termasuk kalangan individu maupun perusahaan.

Tak perlu cemas juga dengan adanya kemungkinan biaya yang melambung atau pajak tinggi, karena protokol Solana dirancang sedemikian rupa sehingga mampu menjaga konsistensinya sebagai mata yang kripto yang memiliki biaya transaksi rendah, proses cepat dan terjamin skalabilitasnya.

Seperti halnya Bitcoin yang mampu menjaga harganya stabil di angka ratusan juta Rupiah berat keterbatasan suplai koin, begitu pula yang dilakukan oleh Solana.

Solana Labs menyebutkan kalau token SOL hanya akan dirilis sebanyak 489 juta ‘keping’, sedangkan saat ini sudah terdistribusi sebanyak 272,6 juta. Anda bisa menggunakan koin-koin SOL untuk transfer atau interaksi smart contract.

Di mana Solana Labs pada awalnya menyalurkan 16,23% token SOL untuk penjualan benih awal alias entry seed. Lalu kemudian 12,92% token SOL kepada penjualan pendiri, 12,79% token SOL lainnya didistribusikan kepada antar anggota tim pengembang dan 10,46% berikutnya kepada Solana Foundation. Token SOL yang tersisa kini sudah dijual secara umum atau pribadi, serta ditawarkan lewat market mata uang kripto.

Untuk kebijakan deflasi yang bertujuan menjaga kestabilan harga token SOL, Solana disebutkan bakal melakukan burning. Kendati burning tidak terlalu cepat di tahap awal, Solana membuktikan jika mereka adalah salah satu mata uang kripto dengan kapitalisasi pasar alias market cap terbesar saat ini. Sehingga dengan begitu, statistik ROI (Return of Investment) dari SOL cukup memuaskan.

Baca juga: 8 Kesalahan Investasi Mata Uang Kripto yang Sering Dilakukan Pemula

Berdasarkan informasi Yahoo Finance, pada hari Selasa (14/9) siang, Solana ditawarkan meningkat sebesar 2,94% alias 4,72 poin dan kini ada di level 165,21 (sekitar Rp2,3 juta) per ‘keping’.

Jika dibandingkan dengan data satu bulan lalu tepatnya pada 10 Agustus, SOL masih ada di level 38 (sekitar Rp547 ribu), tentu pencapaian harganya saat ini sangatlah menggembirakan,

Jika Anda sudah cukup mengenal Solana dan paham kalau fundamental token ini memang tak bisa dianggap remeh, potensi SOL untuk menjadi salah satu cryptocurrency primadona di masa depan bukanlah tidak mungkin.

Apalagi saat ini ada banyak platform yang menawarkan berbagai jenis wallet, sehingga Anda bisa lebih mudah melakukan investasi atau trading Solana.

Beberapa wallet yang direkomendasikan Solana adalah layanan Sollet, MathWallet dan SolFlare. Sedangkan untuk hardware wallet, Anda bisa menggunakan Ledger Nano S dan X yang memang sudah bekerjasama dengan Solana, seperti dilansir Investbro.

Sedangkan untuk cara termudah untuk membeli Solana, bis melalui platform cryto exchange yang jumlahnya di Indonesia juga cukup variatif.

Ekosistem Makin Kuat, Solana Diprediksi Capai Rp7 Juta per ‘Keping’

prediksi harga Solana
via gadgets.ndtv.com

Dari ulasan mengenal Solana di atas, Anda tentu sepakat bahwa kehadiran SOL mampu memecahkan berbagai masalah teknologi blockchain. Dengan struktur yang baru dalam hal verifikasi transaksi dan algoritma konsensus, menjadikan SOL hadir jauh lebih efisien.

Tak heran kalau Solana bukan hanya akan ‘membunuh’ Ethereum, tapi juga bisa jadi pesaing terkuat Bitcoin yang kini masih duduk di posisi teratas cryptocurrency.

Bahkan baru-baru ini, program pengembangan ekosistem blockchain Solana baru saja memperoleh kucuran dana dari Solana Foundation dan ROK Capital sebesar US$20 juta (sekitar Rp282 miliar).

Dana hasil kerjasama Solena Foundation dengan akselerator blockchain Korea Selatan itu bertujuan meningkat beberapa proyek Solana seperti DeFi, NFT dan Web3.

Lewat kemitraan dengan entitas Asia Timur itu, Solana berpeluang memperluas market di komunitas lokal.Tentunya bukan tanpa alasan kenapa ROK Capital bersedia menggelontorkan dana cukup besar.

Selain karena SOL memiliki pertumbuhan yang sangat pesat, SOL berhasil membuktikan daya tahannya di kala banyak mata uang kripto memasuki zona merah di penghujung bulan Agustus kemarin, Solana tetap menguat.

Dilansir coinmarketcap kala itu, Solana meningkat 13,47% dalam waktu 24 jam saja ke level 113,38 (sekitar Rp1,6 juta). Bahkan jika menelisik data sepekan terakhir, SOL adalah satu-satunya cryptocurrency yang meningkat hingga 47,07%.

Bandingkan dengan Ethereum yang ‘cuma’ menguat tipis sebesar 1% atau Bitcoin yang malah anjlok sebesar 4,28%, raihan Solana jelas membuktikan kedigdayaannya di industri mata uang kripto.

Tak heran kalau akhirnya Greg Waisman selaku CEO Mercuryo, cukup percaya diri kalau Solana bisa mencapai level $500 (sekitar Rp7,1 juta) di akhir tahun 2021 mendatang. Prediksi Waisman ini muncul setelah SOL mencapai kisaran Rp3 juta per ‘keping’. Menurut Waisman seperti dilansir Cointelegraph, pergerakan Solana memang hampir mirip dengan Ether atau Binance Con (BNB).

Baca juga: Begini Cara Investasi Jual Beli Bitcoin Kripto (Aman, Murah) Buat Pemula

Adanya kemitraan dan adopsi eksternal memang sedikit banyak memperkuat fundamental Solana. Sekadar informasi, SOL pada 3 September 2021 kemarin memiliki wadah baru untuk NFT (Non-Fungible Token) di Audius yang membuat harganya langsung meroket 26,8%. Salah satu mata uang kripto yakni Cardano melalui Charles Hoskinson secara terang-terangan mengakui keunggulan dan siap bekerjasama dengan Solana.

Jadi, setelah cukup mengenal Solana, apakah Anda sudah berminat untuk mengadopsi mata uang kripto yang satu ini?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *