Tips Kelola Keuangan Bagi Tulang Punggung Keluarga yang Masih Single

Keuangan595 Dilihat

Sudah saatnya gajian! Lihat aplikasi, rasanya ingin segera checkout wish list yang ada. Eh, tapi tunggu dulu! Masih harus memberi kepada orangtua, belum lagi bantu biaya kuliah adik, bayar paylater dan berbagai kebutuhan pokok yang wajib di bayar terlebih dahulu.

Menabung? Sepertinya sulit sekali. Bagaimana ya tips keuangan untuk si tulang punggung yang masih lajang?

Di Indonesia, budaya membantu perekonomian orangtua setelah anak memiliki pekerjaan sepertinya menjadi hal yang biasa. Hal ini memang bukan tanpa alasan.

Jika dilihat dari tingkat ekonomi dan literasi keuangan, masih banyak sekali orang yang belum terbiasa untuk menyiapkan hari tuanya. Oleh karena itu wajar jika cikal bakal generasi sandwich sudah mulai di rasakan meskipun masih single (belum berkeluarga).

Hal ini bukan berarti kita tidak punya kebutuhan untuk menabung. Kita mungkin ingin menyiapkan dana darurat, dana pernikahan dan lainnya. Tapi jika kondisinya seperti di atas, apakah kita masih bisa menabung? Kalaupun bisa, kalaupun bisa nominalnya sangat kecil.

Tenang dulu, yuk kita cari solusinya!

Nah, kali ini kita akan membahas tips keuangan untuk para tulang punggung yang masih single (lajang). Tapi kita sadar bahwa kondisi setiap orang berbeda-beda, jadi sebelum berbicara tentang cara kita perlu paham bagaimana konteksnya. Berikut adalah contoh kasus dan tips keuangan yang bisa kita pelajari.

Gaji Sudah Naik Tapi Menabungnya Kok Hanya Bisa Sedikit?

Gaji Sudah Naik Tapi Menabungnya Kok Hanya Bisa Sedikit?

Kita ilustrasikan saja misalnya kita punya gaji bulanan sebesar Rp 8 juta, belum punya tanggungan hutang seperti KPR atau mobil, tapi memang harus membantu ekonomi keluarga (ortu dan adik).

Kita juga punya simpanan berupa deposito namun sedikit misalnya saja Rp 10 juta. Kalau di pikir-pikir, gaji kita sebenarnya sudah naik jauh melebihi UMR, tapi kok tetap saja sulit untuk menyisihkan dana yang lebih besar untuk menabung?

Baca yuk, Kisah SUkses Gary Vee

Apakah ini wajar karena peran menjadi tulang punggung keluarga?

Tunggu dulu, jangan-jangan nilai tabungan kecil bukan hanya karena memang harus membantu orangtua melainkan ada penyebab lainnya. Sebab sebenarnya kondisi ini juga bisa di katakan sebagai tanda-tanda keuangan yang kurang sehat.

Saat ini mungkin kita tidak masih berkecukupan, tidak perlu pusing besok mau makan apa. Tapi hal ini akan berpotensi menjadi masalah jika sudah berkeluarga dan punya tanggungan utang yang lebih besar seperti KPR, mobil atau yang lainnya.

Nah, bagaimana untuk bisa lebih menyehatkan kondisi keuangan kita?

1. Menyehatkan Dana Darurat Terlebih Dulu

Jika kita masih lajang namun memiliki tanggungan ekonomi keluarga, sehingga cukup memiliki 6 kali pengeluaran rutin bulanan kita. Misalnya saja total pengeluaran bulanan kita adalah sebesar Rp 6,5 juta.

Maka kita perlu mengamankan uang dana darurat sebesar Rp 39 juta. Jika sudah tersedia, maka kita bisa dikatakan lebih aman. Penjelasan mengapa dan darurat itu penting dan menjadi dasar pengelolaan keuangan pribadi sudah di jelaskan di artikel terpisah ya.

Lalu bagaimana cara mengumpulkan dana darurat ini?

  • Pertama, kita bisa menabung dana darurat mulai dari gaji bulanan. Seperti yang sudah di sebutkan, gaji kita saat ini adalah Rp 8,5 juta dengan pengeluaran rutin bulanan sebesar Rp 6,5 juta. Tadi di deposito ada tabungan sejumlah Rp 10 juta, ini bisa di alokasikan untuk menambah dana darurat. Dengan begitu, kita bisa mengumpulkan dana darurat ini selama 1 tahun 6 bulan.
  • Kedua, jika tidak ingin menunggu terlalu lama untuk mengumpulkan dana darurat selama itu, Anda bisa mengalokasi bonus, THR, tunjuangan lain untuk dana darurat.

2. Menyehatkan Pencatatan Pengeluaran

Biasanya, orang yang gajinya sudah naik tapi sulit menabung itu faktornya adalah tidak mengenali pengeluarannya sendiri. Jadi, sebaiknya jangan dulu menyalahkan pengeluaran untuk membantu keluarga. Coba kita cara tahu terlebih dahulu apakah ada kebocoran keuangan yang tidak di sadari?

Jenis pengeluaran kita mungkin sangat banyak. Misalnya saja, memang ada kebutuhan rutin dan biaya tidak terduga untuk keluarga, untuk membantu biaya kuliah adik, biaya bulanan serta gaya hidup kita sendiri.

Coba kita identifikasi dan golongkan terlebih dahulu kemana saja pengeluaran kita mengalir setiap bulannya untuk mengetahui penyebab kebocoran yang terjadi. Caranya dengan mencatat pengeluaran kita sehari-hari.

Tapi untuk yang merasa sangat boros, sebaiknya catat secara manual saja dan jangan dulu menggunakan excel. Karena dengan melakukan journaling manual (menulis menggunakan pensil/pulpen dan kertas) biasanya akan membuat kita lebih sadar. Jika sudah lebih terbiasa, Anda bisa mencatat pengeluarannya dengan excel, aplikasi dll.

3. Menyehatkan Pembagian Pos-pos Keuangan

Dari pencatatan yang dilakukan secara rutin, kita akan lebih tahu kemana uang kita mengalir dan memisahkan mana hal-hal yang sebenarnya tidak di perlukan bahkan cenderung sia-sia. Dengan kasus diatas, kita bisa mengalokasikan gaji kita sebesar 50% untuk pos rutin, 30% untuk menabung dan 20% untuk gaya hidup.

Supaya bisa lebih terkendali, kita bisa memisahkan pos-pos tersebut menjadi 3 rekening. Jadi nanti setelah gajian kita langsung bisa memisahkan 50% dari gaji ke rekening A, 30% ke rekening B dan 20% ke rekening C.

Sebagai tambahan saran saja, untuk Anda yag masih sulit menabung, bisa menggunakan fitur auto debit yang saat ini sudah banyak di sediakan oleh Bank digital maupun konvensional.

4. Menentukan Tujuan Finansial

Pada saat kita sudah menentukan tujuan finansial kita sendiri, maka kita akan lebih sadar akan keuangan kita sendiri.

Terutama dalam hal expenses, kita bisa mengendalikan diri kita sendiri supaya pengeluaran menjadi lebih terarah untuk mencapai target. Sebaliknya jika kita tidak punya tujuan finansial pengeluaran kita akan mengalir mengikuti arus yang tidak jelas.

Misalnya saja kita punya tujuan keuangan berupa dana untuk menikah. Maka buatlah pengkondisian agar kita selalu ingat ketika hendak mensabotase dana untuk menabung.

Tips Keuangan Untuk Para Tulang Punggung Keluarga yang Masih Lajang

Tips Keuangan Untuk si Tulang Punggung yang Masih Single
Sumber gambar : unsplash.com/ Kelly SIkkema

Kita sudah mempelajari studi kasus dari permasalahan tentang sulitnya menabung meskipun gaji naik katanya karena menjadi tulang punggung keluarga.

Tapi sebenarnya belum tentu itu menjadi penyebab satu-satunya melainkan memang kesehatan keuangan kita yang masih belum baik. Oleh karena itu kita bisa bisa kok memperbaiknya dengan memperbaiki kesehatan keuangan kita terlebih dahulu.

Untuk melengkapi perbaikan kesehatan keuangan Anda, berikut adalah tips keuangan yang bisa di terapkan oleh para tulang punggung keluarga yang masih lajang!

1. Identifikasi Pengeluaran Rutin Bulanan

Apakah alokasi keuangan kita sudah tepat, ataukah jangan-jangan ada yang bocor?

Apda kasus di atas, pengeluaran menjadi hal yang cukup di tekankan, bahkan harus di catat. Bukan masalah pemasukan, tapi justru pengeluaran memang biasanya menjadi penyebab utama kegagalan dalam pengelolaan keuangan.

Michel Norton dalam TEDexCambidge 2011 pernah bilang kalau jika uang yang kita miliki tidak membuat kita bahagia, maka ada yang salah dengan cara kita mengeluarkan uang.

Jadilah manajer keuangan pribadi bagi uang Anda sendiri. Apalagi jika Anda masih lajang, ini adalah saat yang tepat untuk berlatih menjadi manajer keuangan keluarga di masa depan. Intinya kita perlu sadar berapa dan kemana saja alokasi keuangan kita setiap bulannya.

2. Prioritaskan Kebutuhan Hidup Keluarga

Supaya kita bisa memperbaiki kesehatan keuangan, kta harus memprioritaskan kebutuhan hidup keluarga. Bukan gaya hidup ya, tapi kebutuhan. Setiap orang pasti punya gaya hidup sendiri termasuk keluarga Anda.

Nah sebagai orang yang juga menanggung beban ekonomi keluarga, sebaiknya kita benar-benar menyadari hal ini. Apalagi jika gaji kita juga masih cukup pas-pasan atau malah kita sendiri terbiasa hidup boros.

Jangan sampai kita kesehatan keuangan kita sendiri jadi tidak sehat karena justru hanya untuk mengikuti gaya hidup keluarga yang juga sama-sama boros.

Baca bagaimana, Cara mendapat uanag dari TikTok

Untuk bisa memprioritaskan kebutuhan hidup keluarga, kita harus terlatih untuk membedakan antara gaya hidup dan kebutuhan. Mana yang gaya hidup Anda, mana yang gaya hidup keluarga, mana yang kebutuhan Anda dan mana yang merupakan kebutuha hidup keluarga Anda.

3. Menjaga Kestabilan Kondisi Dengan Memiliki Dana Darurat yang Ideal

Meskipun masih single tapi Anda tetap wajib memiliki dana darurat. Apalagi sebenarnya kita menanggung ekonomi keluarga. Karena jika tidak punya persiapan dana darurat yang cukup, akibatnya akan sistemik. Jika suatu hari misalnya Anda tidak bisa bekerja, bagaimana dengan kebutuhan hidup keluarga kita?

Stress kita pasti akan berkali lipat, karena kita tidak hanya memikirkan diri sendiri tapi juga harus memikirkan kondisi keluarga yang biasanya kita bantu setiap bulan.

4. Menyiapkan Dana/ Asuransi Kesehatan

Memastikan bahwa kita dan seluruh anggota keluarga yang kita tanggung masuk dalam asuransi kesehatan juga sangat penting. Supaya jika sewaktu-waktu ada anggota keluarga yang sakit, kita tidak terlalu terbebani dengan masalah finansial dan bisa fokus mensupport secara mental. Minimal, kita punya BPJS kesehatan dan tidak telat membayarnya.

5. Menghindari Berutang Hanya Untuk Gaya Hidup

Terakhir, hindarilah berutang yang tujuannya adalah untuk memenuhi gaya hidup. Coba evaluasi kembali, paylater-paylater yang biasanya Anda gunakan, apakah untuk kebutuhan produktif atau hanya sekedar memenuhi gaya hidup?

Sebaiknya bijaklah dalam berutang sebelum hal tersebut menjadi kebiasaan dan tanpa disadari sudah berada dalam lilitan hutang. Kalau sudah seperti itu, bukan hanya kita yang repot tapi keluarga juga harus merasakan akibatnya.

Penutup

Menjadi tulang punggung keluarga adalah salah satu peran yang mulia. Kita bisa berbuat baik kepada keluarga tercinta yang memang membutuhkannya. Meski demikian itu tetaplah hal ini adalah bibit generasi sandwich, dimana generasi sandwich lahir karena latar belakang ekonomi dan literasi keuangan yang kurang di masa lalu.

Berbeda dengan di Amerika yang kebanyakan justru lebih independen setelah mereka tua. Jangan heran jika Anda menemukan kakek atau nenek berusia 70 tahunan masih menyetir dan tinggal sendiri. Kita memang tidak bisa langsung membandingkan dan menyalahkan, tapi tidak ada salahnya jika kita mengambil hikmah mengapa independensi itu terjadi khususnya dari sisi keuangan literasi keuangan.

Saat ini mungkin kita belum benar-benar menjadi generasi sandwich, tapi mari kita putus rantai generasi sandwich di masa depan dengan memperbaiki kesehatan keuangan kita dari sekarang. Semoga studi kasus dan tips keuangan diatas bermanfaat untuk Anda.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *