Mengenal Bank Syariah: Sejarah, Prinsip Operasional dan Manfaatnya

Keuangan479 Dilihat

Bank Syariah semakin digemari di Indonesia sebagai negara dengan penduduk mayoritas muslim. Yuk kita mengenal Bank Syariah lengkap dengan sejarah, 11 prinsip operasional dan manfaatnya.

Dalam masyarakat global, Indonesia memang dipandang sebagai negara berpenduduk Islam terbesar di dunia. Dengan jumlah mayoritas Muslim yang luar biasa besar, tak bisa dipungkiri kalau pengaruh kehidupan Islam sangat besar di Tanah Air.

Bukan hanya urusan makanan, minuman, gaya hidup, cara pandang, urusan perbankan pun akhirnya juga selalu dikaitkan dengan aturan Islam.

Bank sendiri sebetulnya adalah sebuah entitas yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk keuangan.

Hanya saja dalam menjalankan fungsinya sebagai intermediasi keuangan, sistem perbankan umum dipandang memiliki unsur-unsur yang melanggar aturan Islam.

Salah satu yang paling dipermasalahkan adalah urusan riba yang diharamkan karena melipat gandakan harta.

Bank-bank konvensional cenderung memberikan perhitungan bunga dalam setiap produk keuangan mereka, yang disinyalir sebagai bentuk riba.

Lantaran Al-Quran benar-benar mengutuk harta riba, permintaan untuk sebuah konsep perbankan syariah pun semakin meningkat.

Apalagi Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada tahun 2000 mengeluarkan Fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN) yang jelas-jelas menyebutkan bunga tidak sesuai dengan syariat Islam.

Baca juga: Inilah 10 Bank Syariah Terbaik dan Paling Menguntungkan di Indonesia

Hal inilah yang akhirnya menjadi awal pertumbuhan perbankan syariah yang hingga saat ini terus berkembang pesat di Indonesia.

Bukan hanya Muslim, kelompok umat non-Muslim juga semakin tertarik menyimpan uang mereka di bank-bank syariah, karena dipandang lebih menguntungkan. Seperti apa sejarah, konsep dan kegiatan usaha bank syariah? Mari kita bahas satu-persatu.

Fakta Perkembangan Perbankan Syariah di Dunia

investasi syariah
© Islamic Microfinance News

Jika usia perbankan syariah di Indonesia masih berjalan selama dua dekade, sebetulnya konsep perekonomian Islam sudah berkembang sejak abad ke-8 dan ke-12.

Tak banyak yang tahu kalau perekonomian moneter di masa tersebut berdasarkan mata uang dinar dan dirham. Hingga akhirnya perbankan syariah terlahir untuk pertama kali di dunia pada abad ke-20 sebagai bagian dari gerakan renaisans Islam modern.

Semua bermula sekitar tahun 1940-an di Pakistan dan Malaysia yang saat itu tengah mengelola dana jamaah haji secara non konvensional.

Kegiatan ini disebut-sebut sebagai cikal bakal perbankan syariah, hingga akhirnya berdiri Islamic Rural Bank di Desa Mit Ghamr, Kairo, Mesir pada tahun 1963.

Kendati bukan agama mayoritas di dunia, pertumbuhan perbankan syariah mencapai kecepatan 10-15% per tahun yang artinya sangat konsisten dan menjanjikan.

Menurut laporan International Association of Islamic Banks dan hasil analisis Prof. Khursid Ahmad, sudah ada lebih dari 200 lembaga keuangan Islam di seluruh dunia pada tahun 1999.

Dari data itu, majalah The Economist memperkirakan ada lebih dari Rp11.185 triliun aset di seluruh dunia yang dikelola sesuai aturan Islam pada tahun 2005. Nilai ini mencakup sekitar 0,5% aset di seluruh penjuru Bumi.

Tak heran kalau akhirnya keuangan syariah dianggap sebagai segmen yang paling cepat tumbuh dalam sistem finansial dunia, seperti dilansir Wikipedia.

Sejarah Perbankan Syariah di Indonesia

Seperti yang sudah disinggung sebelumnya, industri perbankan syariah di Indonesia bisa terbilang masih cukup muda. Hal ini bermula pada tahun 1983 saat Bank Indonesia (BI) melakukan deregulasi perbankan.

Saat itu BI memberikan keleluasaan kepada bank-bank untuk menetapkan suku bunga, supaya kondisi perbankan Tanah Air makin efisien dan kuat.

Bahkan saat itu, pemerintah Indonesia sempat memikirkan sistem bagi hasil dalam skema kredit yang merupakan konsep dasar perekonomian Islam.

Lima tahun kemudian, pemerintah mengeluarkan Pakto 88 (Paket Kebijakan Deregulasi Perbankan 1988) yang menjadi awal mula liberilasi sistem perbankan.

Hal ini membuat ada banyak bank-bank konvensional berdiri, tapi juga unit-unit usaha daerah yang mulai berkonsep Islami.

Kala itu di medio 1980-an, sudah banyak diskusi mengenai bank Islam sampai akhirnya dilakukan uji coba mengenai perbankan Islam dalam skala terbatas yang berlokasi di Bandung (Bait At-Tamwil Salman ITB) dan Jakarta (Koperasi Ridho Gusti).

Muamalat, Bank Islam Pertama di Tanah Air

Bank Indonesia

Pembentukan bank Islami mulai dijalankan secara serius ketika MUI membentuk kelompok kerja. Tepatnya pada 18-20 Agustus 1990, otoritas tertinggi umat Islam di Indonesia itu menyelenggarakan lokakarya bunga bank dan perbankan di Cisarua, Bogor, Jawa Barat.

Lokakarya itu turut mempengaruhi pendirian Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS) di Bandung dan PT BPRS Heraukat di Aceh.

Tak berhenti di situ, MUI kembali membawa hasil lokakarya ke Musyawarah Nasional (Munas) IV MUI di Jakarta pada 22-25 Agustus 1990 yang akhirnya menghasilkan amanat pembentukan kelompok kerja (Tim Perbankan MUI) pendirian bank Islam.

Usaha Tim Perbankan MUI itupun akhirnya menjadi awal pendirian bank Islam pertama di Indonesia yakni PT Bank Muamalat Indonesia (BMI) pada 1 November 1991. BMI resmi beroperasi setahun kemudian tepatnya 1 Mei 1991 dengan modal awal Rp106 miliar.

Saat itu bank syariah masihlah dipandang sebelah mata sehingga pertumbuhannya cukup lambat. Tak heran hingga tahun 1998 saja, cuma ada BMI yang beroperasi sebagai bank syariah di Indonesia.

Perkembangan mulai terjadi ketika UU No.10 Tahun 1998 tentang Unit Usaha Syariah (UUS) disahkan, memungkinkan bank-bank konvensional membuka UUS sendiri.

Saat itu bank-bank Islam pun mulai dikenalkan seperti Bank Syariah Mandiri (BSM) dan sistem perbankan syariah bank konvensional lainnya.

Baca juga: 5 Tabungan Haji Terbaik untuk Persiapan ke Tanah Suci

Hingga akhirnya satu dekade kemudian, kembali disahkan UU No.21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah yang menjadi awal bangkitnya perekonomian Islami di Tanah Air.

Hal ini terbukti dari 304 bank syariah, 19 UUS dan 92 BPRS di tahun 2005, melambung jadi 643 bank syariah, 25 UUS dan 133 BPRS di tahun 2009.

Perekonomian syariah Indonesia pun terus melaju dan mengalami perkembangan menjanjikan. Tercatat pada Juni 2015, total asetnya mencapai Rp273 triliun yang artinya mencapai 4.61% dari total pasar perbankan di Tanah Air.

Fungsi pengaturan dan pengawasan perbankan syariah berpindah dari BI ke OJK (Otoritas Jasa Keuangan) per tahun 2013 yang membuat sektor keuangan bank-bank Islam ini makin disempurnakan.

11 Prinsip Dasar Perbankan Syariah

Menyebutkan perbankan syariah, tentu tak bisa lepas dari berbagai aturan yang tertulis dalam Al-Quran, kitab suci umat Islam.

Dalam Islam, sebuah transaksi bisa dianggap terlarang jika memuat faktor haram zatnya, haram selain zatnya dan tidak sah atau tidak lengkap akadnya.

Sementara itu jika berkaitan dengan perbankan syariah, ternyata harus terbebas dari tiga unsur yakni Maisir (memperoleh untung tanpa kerja keras seperti perjudian), Gharar (pertaruhan, ketidakjelasan) dan Riba (penambahan uang secara bathil).

Karena itulah, perbankan syariah akhirnya memiliki prinsip tersendiri yang harus dipahami dan benar-benar diterapkan. Seperti apa? Berikut ulasan 11 prinsip bank syariah!

1. Mudharabah

Mudharabah merupakan prinsip paling utama yang menjadi dasar operasional perbankan syariah. Prinsip ini sendiri merupakan bentuk kerjasama usaha antara mudharib (pengelola dana) dan shahibul maal (pemilik modal).

Di mana nantinya pembagian keuntungan berdasarkan bagi hasil sesuai kesepakatan dia wal. Sehingga jika bisnis atau perjanjian usaha merugi, seluruh kerugiannya ditanggung pemilik modal.

Terjadi pengecualian jika pengelola dana melakukan kelalaian atau kesalahan seperti penyelewengan, kecurangan hingga penyalahgunaan dana. Mudharabah sendiri dibagi lagi menjadi dua jenis yakni Mudharabah Mutlaqah dan Mudharabah Muqayyadah.

2. Musyarakah

Prinsip berikutnya adalah Musyarakah yakni merupakan akad kerjasama di antara dua atau lebih shahibul maal untuk mendirikan usaha bersama dan mengelolanya. Keuntungan dalam usaha itu akan dibagi sesuai dengan kesepakatan bersama.

Sementara jika terjadi kerugian, akan ditanggung sesuai dengan modal dan porsi kerja masing-masing. Ada empat jenis Musyarakah yakni Syirkah Mufawadhah, Syirkah ‘inan, Syirkah a’mal dan Syirkah Wujuh.

3. Wadiah

Wadiah secara mudahnya adalah titipan murni dari satu pihak ke pihak lain. Wadiah biasanya menjadi akad ketika Anda membuka tabungan di perbankan syariah.

Pihak yang boleh melakukan Wadiah bisa individu maupun badan hukum, di mana titipan itu harus dijaga dan dikembalikan kapan pun penitip membutuhkannya. Ada dua jenis Wadiah yakni Wadiah Yad Amanah dan Wadiah Yad Dhamanah.

Wadiah Yad Amanah merupakan akad di mana si penerima titipan tidak bertanggung jawab atas kehilangan dan kerusakan pada titipan tersebut, jika bukan disebabkan oleh kecerobohan penerima.

Sementara Wadiah Yad Dhamanah bermakna si penerima boleh menggunakan titipan itu atas seizin pemiliknya, dengan syarat dapat mengembalikan titipan secara utuh.

4. Murabahah

Prinsip Murabahah mengacu pada proses jual beli yang ditambahkan dengan sejumlah keuntungan. Di mana keuntungannya ini harus sudah disepakati oleh kedua belah pihak baik pembeli dan penjual.

Nantinya penyerahan barang untuk transaksi Murabahah harus dilakukan saat transaksi pembayaran entah secara tunai, tanggungan atau cicil. Dalam perbankan syariah, Murabahah jelas mengacu pada nasabah dan pihak bank.

5. Salam

Hampir sama dengan Murabahah, Salam juga merupakan bentuk transaksi jual beri barang di mana harga jualnya terdiri dari harga pokok barang itu sendiri dan keuntungan yang telah disepakati sebelumnya.

Jika menggunakan akad atau prinsip Salam, sistem pembayaran dan akad jual beli haruslah di depan baru kemudian penyerahan barang.

Baca juga: 7 Deposito Syariah Terbaik di Indonesia yang Bisa Anda Coba!

6. Istishna’

Masih berkaitan dengan transaksi jual beli, prinsip berikutnya yang dipegang betul oleh perbankan syariah adalah Istishna’.

Dibandingkan Murabahah, Istishna’ lebih menyerupai Salam karena akad jual beli dan penyerahan barang dilakukan di waktu yang berbeda. Hanya saja untuk Istishna’, penyerahan uangnya bisa dilakukan dengan prosedur cicil atau ditangguhkan.

7. Ijarah

Tak hanya akad jual beli, perbankan syariah juga mengatur kegiatan pemindahan hak guna atas barang atau jasa.

Kegiatan transaksi ini diatur menggunakan prinsip Ijarah di mana pembayarannya melalui upah sewa. Dalam proses pemindahan hak guna dengan Ijarah, kepemilikan atas barang atau jasa tersebut tidak berpindah.

8. Qardh

Apakah perbankan syariah juga melayani aktivitas pinjam-meminjam baik uang atau barang? Jawabannya adalah ada dan menggunakan prinsip Qardh.

Berbeda dengan peminjaman bank atau lembaga keuangan konvensional yang membebankan bunga dan denda, dalam Qardh seluruh perjanjian pinjam-meminjam dilakukan tanpa adanya orientasi keuntungan. Namun sebagai catatan, pihak bank sebagai pemberi jaminan berhak meminta biaya tambahan.

Ganti biaya ini haruslah tertera jelas dalam kontrak Qardh dan diketahui nasabah sebelum proses peminjaman dijalankan.

Beberapa produk pinjaman yang ditawarkan oleh perbankan syariah seperti pinjaman dana talangan haji, pinjaman tunai, pinjaman untuk UMKM (Usaha Mikro, Kecil dan Menengah) serta pinjaman kepada pengurus bank.

9. Rahn

Kalau biasanya Anda mendengar kegiatan gadai yang dilakukan oleh perbankan atau lembaga keuangan konvensional, perbankan Islami juga mengenalnya melalui prinsip Rahn.

Rahn sendiri adalah kegiatan kerjasama antara pihak bank dan peminjam, di mana bank meminta aset harta sebagai jaminan atas pinjaman yang diterimanya. Jika pinjaman sudah dilunasi, bank harus mengembalikan aset harta jaminan itu secara utuh.

10. Hawalah/Hiwalah

Urusan berhutang memang selalu menjadi riskan dalam konsep perbankan karena selalu dikaitkan dengan bunga dan denda.

Namun untuk perbankan syariah, salah satu prinsip operasional yang mengatur urusan hutang ini adalah Hawalah atau Hiwalah.

Melalui Hawalah, hutang bisa dialihkan dari pemilik hutang kepada orang lain yang sanggup menanggungnya. Biasanya hal ini dilakukan oleh nasabah yang butuh bantuan tunai demi bisnisnya.

Kendati hutang ini dialihkan, pihak bank tetap akan memperoleh biaya ganti atas jasa pemindahan hutang itu sendiri.

11. Wakalah

Prinsip terakhir yang dipegang teguh dalam operasional perbankan syariah adalah Wakalah. Di mana Wakalah muncul saat salah satu pihak memberikan obyek perikatan dalam bentuk jasa.

Secara mudahnya, pihak itu meminjamkan dirinya untuk melakukan sesuatu atas nama pihak lain. Sehingga bisa disebutkan kalau Wakalah merupakan penyerahan, pendelegasian atau pemberian mandat.

Biasanya Wakalah ini dilakukan oleh perbankan syariah dalam hal penagihan, pembayaran, dan transaksi-transaksi lainnya.

Baca juga: Jangan Sembrono, Inilah 6 Hal yang Wajib Dipahami Saat Buka Deposito

Manfaat Memilih Perbankan Syariah

Berkaca pada berbagai prinsip yang dijalankan oleh perbankan syariah, bisa dibilang kalau konsep bank Islami ini memang memiliki banyak sekali manfaatnya.

Manfaat yang paling pertama dan sudah jelas terjadi adalah Anda terhindar dari dosa riba yang diharamkan oleh Islam.

Karena itulah secara tidak langsung Anda turut serta menjalankan aturan-aturan Islam yang dipercaya mendatangkan pahala bagi umat-Nya.

Kemudian manfaat berikutnya dalam hal keuntungan, perbankan syariah memberikannya berdasarkan sistem bagi hasil alih-alih bunga seperti bank konvensional. Sehingga jika boleh dibandingkan, Anda bakal lebih untung menabung di bank Islami.

Apalagi kini bank-bank syariah sudah dijamin oleh LPS (Lembaga Penjamin Simpanan) yang membuat dana nasabah sudah pasti aman.

Kenapa begitu? Karena LPS menanggung risiko kehilangan dana nasabah hingga dua miliar rupiah!

Manfaat berikutnya yang memberikan untung besar bergabung di perbankan syariah adalah Anda tak perlu bingung dengan saldo mengendap, karena bank-bank syariah memberlakukan saldo tabungan rendah.

Hal ini tentu menguntungkan nasabah pemula yang mungkin mulai menabung dengan nominal pas-pasan. Berkaitan dengan dana nasabah, Anda pun bisa hidup tenang karena pastinya dikelola dan dipergunakan oleh pihak bank sesuai aturan Islam.

Dibandingkan dengan uang-uang yang ditabung di bank konvensional yang nasabah tak tahu, sehingga bisa saja untung didapat dari proses riba.

Anda sebagai nasabah bank syariah pun bukan cuma sekadar penabung, karena dianggap sebagai mitra bank. Sehingga hubungan antara nasabah dan bank jauh lebih nyaman karena Anda berhak menerima hasil investasi.

Dengan adanya peringatan dini akan bahaya produk keuangan, nasabah pun bisa melakukan antisipasi atas dana tabungan.

Bahkan saat ini, perbankan syariah pun memberikan layanan secanggih bank konvensional seperti fitur internet dan mobile banking yang semakin membuat banyak masyarakat Indonesia tertarik menabung di bank Islami.

Perhitungan Bunga Bank Konvensional vs Bagi Hasil Bank Syariah

Dalam sistem bunga bank konvensional, nasabah memang selalu diasumsikan memperoleh untung. Namun perhitungan bunga disesuaikan dengan jumlah dana yang tersimpan atau yang dipinjam.

Sebagai nasabah pun Anda harus ikut aturan perubahan tingkat suku bunga yang diterapkan sepihak oleh bank, berdasarkan fluktuasi pasar uang global. Hal ini membuat Anda memperoleh bunga yang sama sekalipun keadaan ekonomi membaik.

Karena itulah pembayaran bunga dilakukan pihak bank tanpa pertimbangan dari sisi nasabah dan eksistensi kehalalannya dipertanyakan.

Sementara dalam perbankan syariah, Anda memang akan memperoleh kemungkinan untung atau rugi. Namun semua berdasarkan perhitungan bagi hasil dari pendapatan yang diperoleh nasabah pembiayaan.

Di mana besaran keuntungan itu disepakati bersama hingga berakhirnya masa akad. Porsi bagi hasilnya (untuk pembiayaan konsumtif) pun berdasarkan nisbah yang tak akan berubah.

Yang pasti, semakin baik kinerja usaha, bagi hasilnya jelas makin besar. Hal inilah yang membuat sistem perbankan syariah jauh lebih jujur, transparan dan bertanggung jawab.

Kegiatan Usaha Perbankan Syariah

Melihat manfaat yang dijanjikan, tak heran kalau sistem perbankan syariah sangatlah tepat diterapkan di iklim negara berkembang seperti Indonesia.

Apalagi dalam operasionalnya, perbankan syariah juga menjalankan fungsi sosial di tengah-tengah masyarakat.

Seperti layaknya lembaga Baitul Mal, perbankan syariah juga bisa menerima dana dari zakat, infaq, sodaqoh, hibah hingga dana-dana sosial lainnya yang disalurkan kepada nazhir (pengelola wakaf) sesuai kehendak wakif (pemberi wakaf).

Supaya makin jelas, berikut ini adalah sederet kegiatan usaha perbankan syariah yang dijalankan di Indonesia:

  1. Perbankan syariah menghimpun dana masyarakat dalam bentuk simpanan yang bisa berupa giro, tabungan atau lainnya sesuai dengan akad Wadiah atau akad-akad lainnya asalkan tidak melanggar prinsip syariah
  2. Perbankan syariah juga menghimpun dana investasi baik dalam bentuk deposito, tabungan atau lainnya sesuai dengan akad Mudharabah atau lainnya
  3. Untuk urusan kegiatan pembiayaan, perbankan syariah sepakat untuk menyalurkan pembiayaan bagi hasil sesuai akad Mudharabah, Murabahah, Salam, Istishna’, Musyarakah, Qardh dan lainnya yang masih sesuai dengan aturan Islam
  4. Sementara berkaitan dengan pembiayaan penyewaan barang bergerak atau barang tidak bergerak seperti pembelian kendaraan bermotor hingga properti, perbankan syariah menggunakan akad Ijarah. Bisa juga dalam bentuk akad sewa beli Ijarah Muntahiya Bittamlik atau yang lain
  5. Dalam kegiatan perbankan urusan hutang, perbankan syariah harus menggunakan akad Hawalah atau yang sesuai dengan syariat Islam
  6. Untuk transaksi surat berharga baik kegiatan penjualan, pembelian, penjaminan atas risiko pihak ketiga, perbankan syariah haruslah menggunakan akad Ijarah, Musyarakah, Mudharabah, Murabahah, Hawalah atau Kafalah
  7. Kegiatan perbankan lain yang dilakukan oleh perbankan Islami adalah penerbitan kartu debit atau kartu pembiayaan, pembelian surat berharga yang diterbitkan pemerintah/BI, pembayaran tagihan atas surat berharga, penitipan/gadai barang, penyimpanan barang dan surat berharga hingga transfer dana baik untuk kepentingan bank atau nasabah
  8. Menjalankan fungsi sebagai Wali Amanat sesuai dengan akad Wakalah
  9. Memberikan fasilitas bank garansi atau Letter of Credit berdasarkan dengan aturan-aturan Islami

Baca juga: Bukan Hanya Makanan, Yuk Coba 7 Bisnis Halal dengan Omzet Menjanjikan!

Dengan berbagai kegiatan usaha, tak heran kalau perbankan syariah kini semakin bisa menjawab kebutuhan pasar.

Perbankan-perbankan Islami ini pun tumbuh dengan laju yang cukup pesat sekaligus tetap melakukan kegiatan sosial sesuai dengan syariah.

Fakta inilah yang semakin membuat banyak orang berpindah dari nasabah bank konvensional, menjadi nasabah bank-bank Islami.

Kesimpulan

Melihat penjelasan di atas, tentu Anda akhirnya bisa menyimpulkan perbedaan mendasar antara bank syariah dan bank konvensional.

Yang paling mudah adalah bank syariah berinvestasi pada usaha yang halal dengan prinsip bagi hasil yang sesuai dengan kinerja usaha.

Sementara bank konvensional, Anda akan terikat oleh sistem bunga yang besarannya tetap (termasuk deposito) dan biasanya hanya menguntungkan pihak bank saja.

Lantaran lebih memberikan kebahagiaan dunia dan akhirat, bank-bank syariah jelas layak dipilih oleh umat Islam.

Tak ada lagi hubungan debitur-kreditur dengan bank, karena Anda merupakan mitra bank baik penjual, pembeli, penyewa sampai pemegang modal. Jadi terbukti kan lebih menguntungkan menabung di bank-bank syariah?