Mau Investasi P2P Lending? Ini 7 Hal yang Harus Anda Perhatikan

Bisnis847 Dilihat

Kalau boleh memilih, apakah instrumen investasi yang cukup banyak menarik perhatian beberapa tahun terakhir, maka investasi P2P lending adalah jawabannya. Jika Anda berminat investasi P2P Lending, ada 7 hal yang harus Anda perhatikan.

P2P Lending sendiri punya kepanjangan Peer-to-Peer Lending, yang sebetulnya adalah sebuah konsep bisnis yang diusung Fintech (Financial Technology) alias perusahaan teknologi keuangan.

Dimana P2P Lending bertindak sebagai platform yang akan menghubungkan pencari pinjaman dan pemberi pinjaman, dalam hal ini uang tunai.

Seperti yang Anda tahu, gaya hidup masyarakat masa kini memang sudah serba online. Memahami pergeseran ini, Fintech muncul sebagai solusi akan kebutuhan dana tunai dalam waktu singkat secara online.

Pada dasarnya produk yang ditawarkan oleh Fintech dengan platform P2P Lending adalah pinjol alias pinjaman online.

Lewat pinjol, siapapun bisa mengajukan pinjaman dan jika memenuhi syarat yang ditentukan oleh Fintech, maka dana tunai akan cair ke dalam rekening.

Dana yang disediakan oleh Fintech ini berasal dari para investor yang tertarik untuk investasi P2P Lending.

Baca juga: 10 Situs P2P Lending Terbaik Indonesia Legal OJK

Di masa pandemi Covid-19 seperti saat ini, kebutuhan dana tunai sangatlah tinggi. Menurut AFPI (Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia), estimasi penyaluran dana P2P Lending sepanjang 2020 mencapai Rp60 triliun.

Jumlah yang sangat tinggi itu membuktikan kalau investasi P2P Lending masihlah sangat menjanjikan. Bahkan banyak Fintech yang mengklaim kalau besar return P2P Lending lebih besar daripada deposito.

Tertarik mencoba langkah serupa?

Supaya tidak salah kaprah, ada baiknya kalau Anda memperhatikan terlebih dulu beberapa hal penting sebelum mengajukan investasi P2P Lending.

7 Hal Penting yang Wajib Dipertimbangkan Saat Investasi P2P Lending

1. Fintech Terdaftar OJK

Pinjaman Online - Fintech

Anda harus tahu bahwa semakin meningkatnya permintaan pinjol, membuat jumlah Fintech berbasis P2P Lending tumbuh subur bak jamur di musim hujan.

Hanya saja, Anda sebagai calon investor jelas tak bisa memilih dengan sembrono. Karena bagaimanapun, investor haruslah menanamkan uang tunai mereka ke pihak yang bisa dipercaya, profesional dan bertanggung jawab.

Untuk bisa memilih Fintech P2P Lending terbaik, Anda haruslah memperbanyak informasi dari OJK (Otoritas Jasa Keuangan).

Samuel Abrijani Pangarepan selaku Dirjen Aplikasi Informatika Kemkominfo kepada Katadata mengajurkan, agar calon investor memilih investasi P2P Lending dengan bijaksana, lewat daftar yang diumumkan oleh OJK.

OJK sendiri hampir di setiap awal bulan akan merilis Fintech P2P Lending resmi yang sudah terdaftar dan berizin resmi.

Tercatat sampai 7 Desember 2021, ada 324 Fintech P2P Lending yang telah diakui OJK, sehingga bisa Anda pilih. Dengan perusahaan yang sudah legal di mata OJK, Anda tentu tak perlu cemas dalam pengelolaan dana yang disalurkan.

2. Paham Tujuan Investasi

Kunci sukses dari sebuah investasi adalah Anda memiliki tujuan. Misalkan saja Anda bertujuan investasi dalam jangka panjang yang untung besar dan sangat aman, maka emas bisa jadi pilihan lantaran logam mulia itu akan terus naik harganya dalam waktu minimal 2-3 tahun.

Ingin yang sedikit berisiko tapi keuntungan lebih besar daripada emas? Maka saham adalah solusinya.

Begitu pula yang ingin aman dan untung biasa-biasa saja, deposito hingga obligasi adalah jawabannya. Namun kalau ingin sedikit lebih besar untung daripada kedua instrumen itu tapi lebih rendah daripada saham, reksadana dana P2P Lending dapat dipilih. Bahkan P2P Lending juga sudah bisa menghasilkan profit dalam waktu satu tahun saja.

Baca juga: Syarat-Syarat Pinjaman Online Cepat Cair Tanpa Jaminan

Mayoritas platform P2P Lending menawarkan untung minimal 15% per tahun, sehingga investasi yang satu ini sangat cocok dipilih untuk kebutuhan jangka pendek-jangka menengah. Tentu dengan mengetahui tujuan investasi, Anda tentu akan merasa nyaman menanti return tiba.

3. Pelajari Risiko

Tidak jauh beda dengan instrumen lainnya, investasi P2P Lending juga sudah pasti memiliki risiko bahkan sekalipun Fintech yang menaunginya telah terdaftar di OJK. Setidaknya ada beberapa jenis risiko yang harus diketahui investor. Berikut penjelasan singkatnya:

  • Risiko Uang Hilang: Ada kalanya kondisi keuangan peminjam alias debitur tidak baik, begitu pula dengan perilakunya. Hal ini memicu mereka menunggak pembayaran atau bahkan kabur, yang membuat investor kehilangan uang yang sudah ditanamkan. Karena penyelenggara P2P Lending secara regulasi OJK tak akan menanggung risiko atau menjamin pembayaran debitur
  • Risiko Likuiditas: Hampir sama deposito, uang yang sudah ditanamkan pada Fintech penyelenggara P2P Lending tak bisa diambil atau dicairkan sewaktu-waktu karena harus menunggu jatuh tempo. Namun jika deposito, Anda mungkin bisa mengajukan permintaan pencairan uang, begitu pula dengan saham. Sehingga ini semua kembali ke tujuan Anda berinvestasi karena P2P Lending haruslah benar-benar menanti kembalinya dana saat jatuh tempo
  • Risiko Penutupan Fintech: Banyak investor yang tidak melakukan pengecekan pada Fintech yang mereka pilih, sehingga ternyata ketahuan ilegal. Kalau ilegal, OJK akan berhak untuk menutupnya dan investor yang sudah terlanjur meminjamkan uang ke peminjam, harus bertanggung jawab sendiri lantaran Fintech telah tutup

Tentu agar risiko-risiko di atas bisa diterima dengan lapang dana, ada baiknya kalau Anda memulai investasi P2P lending dengan modal kecil. Saat ini ada banyak Fintech yang menawarkan investasi mulai dari Rp100 ribu saja. Kalau nanti Anda sudah bisa melakukan mitigasi risiko dengan optimal, bisa meningkatkan dana investasi.

4. Layanan Proteksi Dana

Lantaran risiko dalam investasi P2P Lending cukup tinggi, tentu Anda haruslah menjadi investor yang cerdas. Dimana Anda memiliki hak penuh untuk menentukan Fintech yang hendak dipilih.

Usahakan Anda memilih Fintech legal yang jika perlu, punya layanan proteksi dana. Maksudnya adalah ketika pihak peminjam gagal membayar hutang yang dia punya, pihak Fintech punya solusinya.

Tentu tidak semua Fintech P2P Lending punya layanan proteksi dana yang biasanya dilakukan dengan jasa pihak ketiga yakni asuransi kredit.

Hanya saja yang patut diingat, asuransi kredit ini menekan risiko gagal bayar dari peminjam dalam investasi P2P Lending dengan jaminan pengembalian dana 85% dari tunggakan pokok.

Sehingga ketika Anda menamkan modal sebesar Rp1 juta, maka setidaknya kalau debitur kabur dan tak bisa bayar hutang, dana Anda akan kembali maksimal Rp850 ribu.

Itupun harus melewati proses pengecekan yang cukup mendetail dan memerlukan waktu untuk pertimbangan.

Baca juga: 20 Pinjaman Online Tanpa Jaminan Berizin OJK Tahun 2020

5. Kandidat Peminjam

Seperti yang sudah ditegaskan sebelumnya, bahwa ketika terjadi risiko gagal bayar yang dilakukan oleh peminjam, maka sudah menjadi tanggung jawab investor.

Karena Fintech hanya menyelenggarakan P2P Lending dan membuat aplikasi yang dapat diakses oleh peminjam. Supaya risiko ini tidak membebani Anda, usahakan mencari platform P2P Lending yang menyeleksi calon peminjam dengan sangat ketat.

Karena bagaimanapun juga, Fintech sebagai penyedia platform, bertanggung jawab dalam mengevaluasi calon peminjam dan mengjukan profil debitur kepada investor. Investor-lah yang memegang keputusan akhir dalam hal bersedia memberikan pinjaman atau tidak.

Untuk itulah Anda sebagai investor harus sangat selektif dan benar-benar memberikan pertimbangan matang saat hendak menyetujui aplikasi pinjaman.

Jika perlu, tanyakan informasi real kepada pihak Fintech. Beruntung, beberapa Fintech juga membebaskan investor ikut terlibat dalam hal penilaian kelayakan pinjaman calon debitur langsung ke lokasi. Sehingga dengan begitu, tidak ada yang merasa dikecewakan.

6. Bunga dan Biaya

Telah disinggung sebelumnya bahwa investasi P2P Lending menjanjikan return yang lebih besar daripada deposito, obligasi dan beberapa produk reksadana.

Memang benar. Bahkan meskipun patokan imbal hasil dasar cuma 5,75% per tahun, faktanya banyak Fintech yang menawarkan bunga hingga 30% per tahun!

Namun bunga yang begitu menggiurkan ini juga harus Anda waspadai karena bagaimanapun juga dalam investasi, untung besar sebanding dengan risikonya.

Dalam P2P Lending, risiko tentu pada kondisi gagal bayar yangd ialami oleh peminjam. Untuk itulah ada baiknya Anda memilih platform yang menawarkan return rata-rata di kisaran 15-20 persen per tahun.

Tetapi tak berhenti di situ, Anda haruslah tetap mempertimbangkan mengenai biaya investasi. Beberapa Fintech yang menawarkan asuransi kredit, mematok biaya 3% saat dana kembali diterima oleh investor. Karena itulah Anda harus cukup bijaksana dalam menentukannya dan pastikan tetap untung.

7. Tetap Diversifikasi

Nah, hal terakhir yang tak kalah penting saat hendak investasi P2P Lending adalah tetap memikirkan yang namanya diversifikasi.

Secara mudahnya, diversifikasi ini berkaitan dengan tidak menggelontorkan seluruh dana pada satu hal saja. Kalau Anda memang memilih P2P Lending, pilihlah beberapa Fintech yang punya tujuan bisnis berbeda dan harus tetap sama-sama terpercaya.

Baca juga: 15 Cara Membuat Kartu Kredit Online (Syarat Cepat Diterima)

Selain itu juga, diversifikasi dapat dilakukan dengan melakukan investasi di hal lain seperti saham, deposito, reksadana atau mungkin emas. Melalui diversifikasi, Anda tak perlu cemas kalau mendadak P2P Lending mengalami kegagalan karena dana lain sudah diletakkan di instrumen berbeda.

Oh iya, saya pribadi menggunakan P2P Investree, jika anda tertarik bisa mendaftarnya di SINI.

Kesimpulan

Bagaimana? Sudah makin tahu dan paham soal investasi P2P Lending, bukan? Lantaran begitu mudah dilakukan dan mampu menjanjikan return memuaskan, P2P Lending perlahan menjadi investasi favorit milenial dan generasi Z yang sudah memasuki dunia kerja.

Namun tetap, pelajari hal-hal penting di atas supaya Anda tetap bisa untung dan nyaman dalam berinvestasi.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *